Apakah Para Nelayan Sudah Sejahtera Di Negeri Maritim ?

Bebicara perihal dunia maritim, sejak zaman kecil, negeri ini menjadi bahan pembicaraan sejak ita duduka di bangku sekolah dasar sampai kita melanjutkan di jenjang perkuliahan, artinya pembahasan maritim sendiri masih sexy diperbincangkan.

Negara kita Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis yaitu berada di antara dua benua dan dua samudera. Kondisi alam maritim Indonesia sangat indah dan dikaruniai oleh sumberdaya alam yang sangat kaya seperti sumber daya perikanan laut serta kekayaan mineral di bawah laut. Rakyat Indonesia sudah sepatutnya bangga menyebut negerinya sebagai negara maritim dunia. (Kompas: 26/03/2021). Setiap negara pasti memiliki nation-proud sendiri, namun ini suatu kebanggan nasional tersebut belum tentu selalu mendapatkan pengakuan dunia internasional. Dunia internasional pastinya mengakui kekayaan alam maritim Indonesia yang indah dan kaya. Dunia juga memberikan apresiasi kepada kontribusi nyata Indonesia kepada sektor maritim global serta begaimana Indonesia memelihara dan menjaga kekayaan alam tersebut dari kerusakan dan eksploitasi.

Dalam hal ini dunia lebih memilih untuk memandang prestasi kemaritiman Indonesia daripada keunggulan kondisi alam yang merupakan anugerah dari Allah swt. Banyak negara di dunia yang tidak memiliki sumber daya alam maupun kondisi geografis seperti Indonesia namun diakui sebagai negara maritim kerna kontribusinya yang besar pada dunia kemaritiman dunia, khususnya pada pelestarian lingkungan hidup kelautan dan sektor pelayaran yang memfasilitasi perdagangan global. Hal tersebut termasuk dalam mandat Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization – IMO), sebuah badan khusus PBB yang bermarkas besar di London. IMO memerankan peran strategis dalam perekonomian dunia dalam konteks memfasilitasi perdagangan internasional melalui laut serta berkontribusi dalam menjaga lingkungan hidup laut. (International Maritime Organization, diakses dalam http://www.imo.org/en/About/Pages/Default.aspx)

Kebijakan sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur dan kelembagaan) dalam pengembangan masyarakat pesisir yang “tertinggal” perlu direkayasa ulang (re-engineering) terutama yang berkaitan dengan bidang teknologi tepat guna karena perkembangan kehidupan nelayan di wilayah pesisir sangat lambat dan didominasi oleh penduduk miskin dengan karateristik dan permasalahan yang cukup kompleks, antara lain: 1. Budaya terbuka dan infrastruktur yang terbatas. 2. Sumber kehidupan tergantung pada sumberdaya alam. 3. Aktivitas ekonominya sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. 4. Peran pasar sangat menentukan dalam berkembangnya aktivitas masyarakat (Soeropati, 2018).

Kekayaan alam secara garis besar di Indonesia tersebut dibuktikan dengan berbagai ragam sumberdaya hayati pesisir yang penting seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut dan perikanan, di Indonesia terdapat 4,25 juta ha, yang berbagai jenis ikan hias, lobster, penyu, kima, teripang dan masi banyak lagi mahluk hidup lainnya (Tresnawati & Siagian, 2006)

Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat nelayan. Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4% (Razali, 2004). Nelayan adalah suatu subjek sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik (Arif Satria, 2009). Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahanperubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.

(Rustam, 2016) Faktor-faktor diatas membawa masyarakat pesisir tidak memperoleh pendapatan yang memadai, di sisi lain kebijakan sosial ekonomi tidak memberikan solusi nyata, yang akhirnya berdampak pada kemiskinan. Rekayasa pengembangan masyarakat pesisir harus berlandaskan pada tiga pilar, yaitu:

  1. Kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir serta kemampuan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
  2. Pemerintah memberikan kesempatan dan jaminan legal formal.
  3. Pihak ketiga termasuk perguruan tinggi yang terkait dalam wadah kerjasama yang menguntungkan nelayan yang didukung dengan infrastruktur yang memadai.

Oleh karena itu kegiatan pemberdayaan masyarakat maritim harus melibatkan banyak pihak (stakeholder) agar program pemberdayaan tersebut memiliki dampak yang positif bagi masyarakat secara langsung. Tanpa adanya singkronisasi melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang turut andil dalam mensejaterahkan masyarakat yang tedampak ketimpangan sosial & ekomoni semua itu akan sama saja dan tidak ada hasilnya. (MBS)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *