Jika Bisa NonFormal, Kenapa Harus Formal ?

Sebuah Jawaban Mengentaskan Disparitas Pedidikan

Pendidikan merupakan instrumen pencerdasan manusia dan perubahan sosial masyarakat, dengan demikian pendidikan sebagai sumber transformasi nilai-nilai kehidupan, serta sebagai pembentukan keehidupan masyarakat yang semakin di isi dengan pendidikan semakin berkembang. Dalam kurun waktu yang sangat lama disparitas sektor pendidikan juga menjadi titik rawan untuk semangat ber-pendidikan, hal ini dikarenakan menurut survei wawancara lapangan masih dalam masalah pembiayaan, dengan kondisi pandemi saat ini tidak banyak yang normal perihal perkonomian,

Oleh karena itu ada dua indikator konsep pendidikan yang harus di berikan kepada murid-murid lebih dari itu orang tua juga harus memperhatikan hal ini agar anak-anak bisa mengeyam pendidikan antara lain; pertama, Pendidikan Formal, merupakan pendidikan yang masi dalam subtansi pendidikan pada umum nya akan tetapi tidak secara sermi dilaksanakan dalam ruang-ruang persekolahan.

Kedua, Pendidikan Luar Sekolah atau bisa disebut Nonformal, dalam hal ini memberikan konsep yang sangat berbeda dalam dunia pendidikan pada umum nya, proses pembelajaran dengan salah satu fokus yaitu psikomotirik dalam konsep pendidikan ini psikomotik bisa menjadikan proses pendidikan ini sangat lebih menarik dan ramah dalam pembelajaran

Dua lokus tersebut jika dikolaborasikan teriptanya konsep Pendidikan Alternatif dalam pendidikan alternatif ini bisa memberikan nilai transfer of knowlge lebih fleksibel sesuai dengan keinginan peserta didik yang akan di didik. dengan menjadikan pendidikan yang bebas tanpa ada prasyarat. Dalam garis besar subtansi semua ini. Terjaminnya kebebasan seseorang untuk memberikan ilmu dan mendaptkan ilmu. Sebab, memperoleh pendidikan dan ilmu adalah hak dari setiap warga negara dimana pun dan kapan pun berada.

Aforisme dari sistem semacam ini menurut sangat diharapkan masyarakat marjinal, agar jaminan pendidikan menurut konstitusi benar-benar ditegakkan. Para pelajar tidak boleh dipaksa untuk tunduk pada kurikulum wajib atau tunduk pada diskriminasi hak untuk mendapatkan pendidikan yang harus didalam kelas, yang didasarkan pada apakah mereka memiliki sertifikat atau ijazah. “Jika bisa dilakukan tanpa prasyarat formil, kenapa harus dipaksakan, substansi dari pendidikan itu sendiri untuk menuju kodratnya (murid) sebagai insan kamil” -ujar Ki Hajar Dewanatara

Penulis : MBS

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *